SELAMAT DATANG DI BLOG BELIANET SAMAHANI

4 Tahap Mendidik Anak Mengikut Sunnah Rasulullah SAW



PERTAMA:
Umur 1-7 tahun. Pada masa ini, Rasulullah SAW menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yang tidak berbatas. Biarkan anak-anak bermandikan kasih sayang pada tahap ini.
KEDUA
Umur 7-14 tahun. Pada masa ini Rasulullah SAW menyuruh kita untuk mula menanamkan DISIPLIN kepada anak-anak dengan mengajar dan menyuruh mereka untuk mengerjakan salat. Bahkan apabila umurnya sudah sepuluh tahun, seorang ayah boleh memukul anaknya jika enggan mengerjakan salat.
Rasulullah SAW bersabda. “Perintahkanlah anak-anak kamu untuk sembahyang pada usia tujuh tahun; dan pukullah mereka kerana meninggalkannya pada usia sepuluh tahun; dan pisahkanlah di antara mereka (anak-anak kamu) di dalam tempat tidur.” – Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
Berdasarkan pakar-pakar jiwa anak, sememangnya pada umur 7-14 tahun ini masa terbaik untuk menanamkan disiplin dan pembentukan sahsiah seorang anak. Pada fasa inilah seorang ayah akan menjadikan anak itu seorang muslim atau Yahudi, Nasrani dan Majusi seperti yang dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya bahawa setiap anak yang lahir dalam keadaan suci. Maka, ayah dan ibulah yang akan mencorakkannya.
KETIGA
Umur 14-21 tahun. Pada masa ini orang tua sudah MENUKAR penanaman disiplin dengan cara yang agak KERAS kepada yang RASIONAL. Orang tua sudah semestinya mendidik anak dengan cara menjadikannya sahabat dalam berdiskusi, mengajaknya ikut dalam membincangkan masalah keluarga dan diberikan satu-satu tanggungjawab dalam hal-hal tertentu di rumah. Hal ini penting agar anak berasa dirinya punyai tanggungjawab mengambil berat hal-hal dalam keluarga.
KEEMPAT
Umur lebih 21 tahun. Pada masa ini, orang tua sudah boleh melepaskan anaknya untuk belajar menempuh hidup akan tetapi tetap melihat perkembangannya dan memberikan nasihat serta peringatan-peringatan apabila anak tersalah atau terlupa.
Dalam kehidupan kita sebagai orang Islam, kadang-kadang pendidikan yang diajar oleh Rasulullah SAW itu tidak benar-benar diamalkan, bahkan ramai yang tidak mengamalkannya sama sekali.
Ada orang tua yang terlalu memanjakan anak sehingga umur 14 tahun dan baru mula mengajar dan menyuruhnya solat pada usia mereka 15 tahun sehingga mereka bukan sahaja enggan melakukannya malah marah kepada ibu bapanya. Jika kewajipan yg tertinggi (iaitu solat) yang telah diperintahkan ALLAH SWT Yang Maha Agung diabaikan apatah lagi dengan perintah dan suruhan orang lain termasuk ibu bapanya.
Kesimpulannya, masalah disiplin dan jenayah remaja dan pelajar muslim berkemungkinan terjadi kerana rapuhnya pendidikan iman dan cara didikan yang salah. Sebahagian ibu bapa menafikan hal ini kerana mereka tidak sedar kekerasan dan cara pendidikan yang mereka terapkan kepada anak-anak adalah secara membuta tuli tanpa melihat perkembangan umur anak-anak sehingga anak terasa dizalimi dan seterunya membesar dengan perasaan marah dan dendam kepada ibu bapa.
Sekiranya sebelum ini anda leka….Ianya masih BELUM TERLAMBAT…ajarlah dan ajaklah anak-anak anda untuk SOLAT….kerana ianya kunci bagi segala-galanya permasalah didunia ini…
Sabda Rasulullah SAW : “Solat itu tiang agama, barangsiapa yang mengerjakannya maka ia menegakkan agamanya dan barangsiapa yang meninggalkannya ia meruntuhkan agamanya.” – Hadis riwayat Al-Bahari dan Muslim
Dari Abdullah r.a., sabda Rasulullah SAW yang bermaksud, “Ditegakkan Islam atas lima perkara: pengakuan syahadah iaitu tiada Tuhan yang disembah dengan sebenarnya melainkan ALLAH, pengakuan bahawa Nabi Muhammad itu Rasulullah, mendirikan solat, mengeluarkan zakat, menunaikan fardhu haji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” – Hadis Riwayat Muslim

MENANGGUNG HAUS DEMI SANG KEKASIH

Musim panas akan segera berakhir. Namun sengatan udaranya masih terasa mencekik penduduk kota madinah. Kering sepanjang tahun, dan harga barang-barang yang semakin mahal, menambah penderitaan penduduk kota itu. Musim memetik kurma tiba. Penduduk Madinah baru hendak bernafas lega, Tiba – tiba Nabi, disebabkan berita dan ancaman pasukan Romawi terhadap kaum Muslimin yang berdomisili di Timur Laut, mengumandangkan jihad dan memerintahkan kaum Muslimin bersiap – siaga.

Penduduk Madinah baru melalui musim kemarau dan ingin menikmati buah – buahan yang segar. Tidak mudah memang, meninggalkan panen dan buah-buahan, terlebih lagi setelah melewati musim kemarau; lalu berjalan ke Syam dalam jarak yang begitu jauh. Orang-orang munafik mempunyai alasan untuk melakukan provokasi. Namun udara panas musim kemarau dan usaha provokasi orang-orang munafik, tidak dapat menghambat kepergian pasukan Islam yang berjumlah 30.000 orang, untuk menghadapi kemungkinan serangan pasukan dari Romawi itu.

Nabi dan sahabat – sahabatnya bergerak melalui padang pasir, di bawah panas terik matahari dan kekurangan kendaraan serta bekal yang dibawa. Hal ini sebenarnya, tidak kurang bahayanya dari ancaman musuh itu sendiri. Di tengah jalan, sebagian yang lemah iman merasa menyesal setibanya di medan. Tidak diduga, tiba – tiba seseorang yang bernama Ka’ab bin Malik pulang.

“Biarlah," kata Nabi. “Kalau memang kehadirannya akan membawa kebaikan, Allah tentu akan mengembalikannya kepada kalian, dan jika tidak, berarti Allah telah menyelamatkan kalian dari bahayanya.”

Tidak lama kemudian, sahabat yang lain berkata: “Ya Rasulullah, Mararah bin Rabi’ juga pulang.”

“Biarlah, kalau memang kehadirannya membawa kebaikan, Allah tentu akan mengembalikannya kepada kalian. Dan jika tidak, berarti Allah telah menyelamatkan kalian dari bahaya.”

Sejenak kemudian, sahabat berkata lagi, “Ya Rasulullah, Hilal bin Umayyah juga pulang!” Rasulullah tetap menjawab seperti yang dikatakannya untuk dua orang sebelum ini.

Sementara itu, unta Abu Dzar yang tadinya berangkat bersama – sama dengan rombongan kafilah, tiba – tiba mogok di tengah jalan. Betapapun Abu Dzar berusaha menggerakkan untanya itu, namun hasilnya tetap saja sia – sia. Tiba – tiba sahabat sadar bahwa Abu Dzar ternyata tidak ada.

“Ya Rasulullah, Abu Dzar juga tidak ada!” Mereka berteriak.

Dengan tenang Nabi menjawab: “Biarkanlah! Kalau memang kehadirannya akan membawa kebaikan, Allah tentu akan mengembalikannya kepada kalian, dan jika tidak, berarti Allah telah menyelamatkan kalian dari bahayanya.”

Betapapun Abu Dzar berusaha untuk mendorong untanya agar dapat mengejar kafilah, namun hasilnya masih tetap sia – sia. Akhirnya diambilnya barang – barangnya, dan dia berjalan kaki meninggalkan untanya. Matahari dengan dahsyatnya menyengat kepala Abu Dzar. Dia amat sangat kehausan. Tidak dihiraukannya dirinya lagi. Yang dipikirkannya hanyalah keinginannya untuk segera sampai ke kafilah Nabi dan sahabat – sahabatnya, serta bergabung dengan mereka.

Dengan semangat baja. Abu Dzar terus melangkahkan kakinya menelusuri padang pasir. Entah bagaimana. Tiba – tiba matanya terpandang pada segumpalan awan yang hinggap di suatu sudut langit. Abu Dzar berkesimpulan bahwa hujan baru saja turun, beberapa saat lalu. Dibelokkannya jalannya ke rah itu. Di sana dia menjumpai batu besar yang menampung sedikit sisa – sisa hujan. Abu Dzar menghirupnya sedikit, dan tidak meneguknya sampai puas.

“Sebaiknya air ini kubawakan untuk Rasulullah, mungkin beliau merasa haus dan tidak mempunyai persediaan air yang cukup,“ pikirnya.

Dituangkannya air itu ke dalam qirbah (tempat air) yang dibawanya, lalu dipikulnya bersama – sama barang bawaannya yang lain. Dengan semangat yang tinggi, dia menelusuri tinggi rendahnya padang pasir, hingga dari kejauhan, tampak bayangan hitam pasukan kaum Muslimin. Hatinya semakin bergelora, dan dia memacu jalannya lebih cepat lagi.

Dari jauh pula, salah seorang prajurit Islam melihat bayangan hitam tengah mendekati mereka. “Ya Rasulullah! Seakan – akan ada seseorang yang tengah datang ke arah kita,” katanya kepada Nabi.

“Alangkah baiknya kalau itu Abu Dzar,“ jawab Nabi.

Bayangan tadi bertambah dekat. Tiba – tiba seseorang berteriak: “Demi Allah, dia adalah Abu Dzar.!”

Lalu Nabi berkata: “Semoga Allah ampunkan Abu Dzar. Abu Dzar hidup sendirian, mati sendirian, dan akan dibangkitkan sendirian.”

Nabi menyambut Abu Dzar. Diambilnya pikulan Abu Dzar dari pundaknya, lalu diletakkannya di tanah. Karena terlalu letih dan haus, Abu Dzar pun terjatuh tanpa daya.

“Ambilkan air. Beri dia minum, dia sangat haus.”

“ Ya Rasulullah, aku punya air,” sahut Abu Dzar.

“Engkau mempunyai air, tapi kau tidak minum?” tanya Nabi.

“Betul Ya Rasulullah. Demi Allah, tadi aku melihat batu besar yang menampung air dingin sekadarnya. Setelah kuhirup sedikit, kukatakan kepada diriku: tenggorokan ini tidak akan meneguknya sebelum kekasihku, Muhammad Rasulullah, meneguknya.”



Menjaga Diri dari Sifat Serakah

Oleh: Prof Yunahar Ilyas

Pagi itu beberapa orang berkerumun di Balai Desa Qudaid, pinggir kota sebelah utara Makkah. Seorang laki-laki dengan tergesa-gesa menyampaikan satu pengumuman: “Barang siapa yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati ke Makkah, akan mendapatkan hadiah seratus ekor unta betina muda.”

Sayembara itu diadakan oleh para pembesar Quraisy setelah mereka putus asa tidak bisa menemukan Muhammad. Mereka telah mencarinya ke mana-mana, bahkan sampai ke bukit Tsur, sebelah selatan Makkah, namun mereka tak menemukannya.

Mendengar pengumuman itu, Suraqah bin Malik al-Madlaji, bertekad memenangkan hadiah itu. Segera dia menyusun strategi. Tak lama, datang seseorang ke balai desa menyatakan bahwa belum lama berselang dia bertemu dengan tiga orang di tengah jalan. Dia yakin itulah Muhammad, Abu Bakar, dan seorang penunjuk jalan.

Dalam hati Suraqah gembira dengan petunjuk itu, tetapi untuk mengecoh yang lain dia pura-pura menolaknya. “Tidak mungkin,” kata Suraqah tegas. Mereka adalah Banu Fulan yang tadi lewat di sini mencari unta mereka yang hilang.” Tampaknya mereka lebih percaya Suraqah daripada orang yang baru datang itu.

Suraqah segera pulang. Menyiapkan seekor kuda dan menyuruh pelayannya membawa kuda itu sembunyi-sembunyi ke lembah. Suraqah segera ke lembah itu, memakai baju besi, menyandang pedang, lalu memacu kudanya. Sebagai seorang pemburu dan pelacak jejak yang berpengalaman, Suraqah segera menemukan jalur yang ditempuh Nabi Muhammad dan Abu Bakar.

Ia pun berhasil melihat jejak Rasul dan Abu Bakar. Suraqah sangat senang, terbayang seratus ekor unta akan menjadi miliknya. Setelah jaraknya cukup untuk memanah, dia ambil busurnya, tiba-tiba tangannya kaku dan tidak bisa digerakkan. Kaki kudanya terbenam ke pasir.

Dia coba menarik tali kekang kuda ke atas, mendorong kuda itu untuk mengumpulkan tenaga agar dapat mengangkat kakinya. Tapi, kudanya tak mampu berdiri. Suraqah berteriak keras: “Hai kamu berdua! Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia melepaskan kaki kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian.” Lalu Nabi berdoa, maka terbebaslah kaki kuda Suraqah dari pasir.

Tetapi, karena sifat tamak dan serakahnya, membayangkan seratus ekor unta betina muda, Suraqah mengingkari janjinya. Dia kembali memacu kudanya untuk menyerang Nabi. Namun, tiba-tiba peristiwa semula terjadi kembali, kaki kudanya terbenam lagi di pasir, kali ini lebih dalam.

Suraqah memohon belas kasihan Nabi. “Ambillah perbekalanku, harta, dan senjataku. Aku berjanji akan menyuruh kembali setiap orang yang berusaha melacak kalian di belakangku.”

Nabi segera menjawab permohonan Suraqah, “Kami tidak butuh perbekalan dan hartamu. Cukuplah kalau engkau suruh kembali orang-orang yang hendak melacak kami.”

Kemudian, Nabi berdoa agar kuda Suraqah terbebas dari pasir. Kali ini Suraqah menepati janjinya. Dia pergi meninggalkan Nabi SAW dan Abu Bakar. Sebelum pergi dia kembali mengulangi janjinya, “Demi Allah. Saya tidak akan mengganggu tuan-tuan lagi.”

Belajar dari pengalaman, sebagai seorang Muslim, marilah kita menjaga diri kita dari sifat tamak dan serakah. Keserakahan justru akan membuat kita celaka dan sengsara. Wallahu a’lam.

Kehilangan Berkah

Oleh Prof Yunahar Ilyas

Pesta itu baru saja usai. Kerabat dan kenalan kembali ke rumah masing-masing. Pengusaha muda yang sukses itu baru saja mengadakan acara tasyakuran peresmian dua rumah yang baru saja dibelinya. Dua rumah yang bersebelahan itu berada di sebuah kompleks perumahan mewah.

Semua ikut merasa gembira mensyukuri rezeki yang dianugerahkan Allah SWT kepada pengusaha muda itu. Semua tahu 10 tahun lalu hidupnya masih susah. Ia tinggal di rumah kontrakan, penghasilan pas-pasan, ke mana-mana naik angkutan umum. Sekarang ia punya ruko, beberapa buah mobil, dan perusahaan yang sedang maju pesat.

Sehabis shalat Zuhur, pengusaha muda itu mengantarkan bapak kandung dan ibu tirinya ke terminal bus antar provinsi. Ibu kandungnya sudah lama meninggal dunia. Setelah itu, dia meluncur kembali ke rumah. Rupanya Allah berkehendak lain. Tiba-tiba ia terkena serangan jantung dan nyawanya tidak tertolong.

Pengusaha muda yang baru berumur 42 tahun itu meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Segera para kerabat diberi tahu. Banyak yang tidak percaya, baru kemarin berkumpul bersama dengan penuh gelak tawa.

Pada malam ketiga setelah kematian almarhum, diada kan lah musyawarah keluarga menyangkut warisan. Sesuai dengan hukum waris Islam, pembagiannya mudah saja. Bapak dari almarhum dapat 1/6. Istri dapat 1/8 bagian dan anak-anak (satu laki-laki dan tiga perempuan) dapat sisanya dengan komposisi anak laki-laki dapat dua bagian anak perempuan.

Sang bapak akan mendapat warisan yang lumayan banyak. Sudah terbayang dalam pikiran orang tua itu bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membangun masjid, pergi haji sekali lagi, sebagian akan dibagikannya kepada anak-anak saudara almarhum. Tapi, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Istri almarhum keberatan memberikan bagian warisan kepada mertuanya.

Begitulah sisi buruk manusia, keserakahan segera muncul mengalahkan kepatuhannya terhadap hukum Allah. Padahal, peninggalan almarhum sangat banyak, lebih dari cukup untuk keperluan pendidikan anak-anak.

Sudah banyak kerabat mengingatkan, seperenam peninggalan almarhum tidak halal dimilikinya karena itu bukan haknya. Tapi, dia tetap kukuh pada keputusannya, hingga orang tua itu meninggal dunia tujuh tahun kemudian tanpa pernah menerima bagiannya.

Perempuan itu mencoba bertahan membesarkan anak sendirian. Dia takut menikah lagi karena khawatir dapat suami yang akan menghabisi hartanya. Tetapi, karena tidak memiliki ilmu dan pengalaman, di tangannya perusahaan suaminya lama-lama semakin menurun.

Akhirnya, dia putuskan menikah dengan harapan dapat suami yang akan mendampinginya mengelola perusahaan. Sayang dia tertipu, ternyata suami barunya penjudi. Perusahaan jatuh bangkrut dan kekayaannya habis tak bersisa. Bisnis berhenti, sementara utang menumpuk di bank. Demikianlah, harta yang haram tidak akan mendatangkan berkah, bahkan bisa membawa habis harta yang halal.

Pengikut